Membaca tulisan dari kang Slamet Parmanto dengan judulnya Jika Suamimu Seorang Engineer menggelitik saya untuk menulis artikel serupa, ya boleh dikatakan sedikit menyunting dari tulisan akang Slamet tadi.
Jika Imam-mu adalah seorang Surveyor….
Sedikitkah engkau membayangkan akan bertemu seorang Surveyor, dan dia itu adalah aku pilihan hatimu? Maka, mungkin saja engkau akan mendapati jika diriku terlalu rasional dan perhitungan dalam tiap persoalan. Seringkali pula kau akan menjumpai diriku memilih segala sesuatunya berdasarkan tingkat efisiensinya, bukan pada tingkat nyaman atau tidaknya. Karena orang seperti diriku ini berkeyakinan bahwa kenyamanan ialah sesuatu yang bisa diupayakan di belakang.
Terbayangkankah engkau bertemu seorang Surveyor, dan dia adalah aku kekasih hatimu? Maka boleh jadi engkau akan menganggapku aku terlalu detail dengan hal-hal yang terbilang sepele pada suatu ketika, tetapi juga akan menghadapi semua dengan santainya. Asal engkau tau, ketelitian dan ke-akurat-an data adalah prinsip utamaku, bisakah engkau membayangkan tanpa diriku ini bagaimana gedung pencakar langit bisa tegak lurus dan berdiri kokoh? bisakah engkau membayangkan bagaimana dalam tikungan jalan yang ekstrim kendaraan tetap bisa melaju dengan aman dan nyaman? mungkinkah engkau membayangkan bagaimana jika aku sedikit saja salah ketika menentukan posisi pipa pada saat pemasangannya di lautan? akan tetapi aku selalu mencoba membuat itu merasa santai dan tidak terlalu tegang. Kompleksitas memang kekal hukumnya, tapi aku hanya ingin mengajakmu untuk menghadapi semua dengan sederhana, bukan menyepelekannya. Sehingga bahtera kita tetap tegar menghadapi setiap persoalan, Karena pada dasarnya kita adalah objek yang lebih besar dari masalah itu.
Apakah engkau membayangkan bertemu seorang Surveyor, dan dia adalah aku pelengkap hidupmu? Bisa jadi engkau mendapati dirimu dan diriku sedikit terpisah dalam waktu yang agak lama, karena seperti inilah pekerjaanku dan engkau tau itu. Jika yang engkau takutkan jarak, janganlah khawatir karena aku sudah terbiasa menangani tentang jarak. Dalam ilmu Geodesi, jarak terpendek dari dua objek adalah garis lurus diantaranya, dalam kehidupan kita, jarak terpendek antara dua insan adalah senyuman. Tersenyumlah, karena itu akan memperpendek jarak diantara kita.
Mungkinkah engkau membayangkan bertermu dengan Surveyor, dan dia adalah aku, ayah terhebat dari anak-anakmu? Maka maukah pula engkau menjadi ibu yang terhebat bagi anak-anakku? anak-anak kita. Maukah engkau menggantikan diriku dalam sementara waktuku mengarungi samuderaku? Ceritakan kepada mereka ketika menjelang tidurnya bagaimana ayahnya begitu luar biasa, beritahukan kepada mereka bahwa tidak lama lagi seutas senyum dari ayah mereka akan menjumpai dan menghangatkan kembali rumah kita. Dan ketika aku kembali nanti, dirimu sudah menyiapkan segala sesuatunya. Kau akan berdandan lebih cantik dari sebelumnya dan menyambutku dengan simpul senyummu yang senantiasa aku rindu itu, sekalipun tanpa berdandanpun engkau tetap terlihat cantik. Dan ketika dimanapun aku berada, jangan khawatir aku tidak akan kembali, engkau sudah seperti titik ikat pada poligon tertutup, titik dimana hatiku berawal dan berakhir. Dengan kesalahan penutup sudut nol.
Terbayangkankah engkau bertemu dengan Surveyor, dan itu adalah aku, pelengkap dari setengah kehidupanmu? Maka engkau bisa saja akan mendapati dan harus menerima, bahwasanya cintaku kepadamu bukanlah puncak cintaku yang tertinggi, bukanlah cinta utamaku. Cintaku kepadamu tidak lebih besar dari cintaku kepada Tuhanku, bahkan masih di bawah kecintaanku kepada orang tua dan mertuaku. Maka, hormati aku sebagaimana aku menghormati keempat orang tuaku, patuhi aku sebagaimana aku mematuhi perintah Tuhanku.
Dan ketika engkau mendapati dirimu adalah pendamping hidup dari seorang Surveyor, maukah engkau menjadi pelengkap dari segala kekuranganku, membuka percakapan dalam kebisuanku, menjadi seorang navigator yang handal dalam rumah tangga kita menuju surgaNya, sebagaimana diriku menjadi seorang navigator dalam pekerjaan lapanganku. Mungkin kau juga akan mendapati bahwa tidak ada segala sesuatu yang sempurna, bahkan dalam data di lapangan pun akan selalu terdapat nilai kesalahan, koreksi data bukan untuk menghilangkan kesalahan tersebut, akan tetapi memperkecil efek dari kesalahannya, menyederhanakannya seperti kalimat dalam paragraf pertama di atas. Dan ketika engkau mendapati dirimu adalah pendamping hidup dari seorang Surveyor, tenanglah aku sudah belajar banyak tentang remote sensing, aku bisa merasakanmu tanpa harus menyentuhmu. Dan pada akhirnya ketika engkau menjadi istri dari seorang Surveyor, bersabarlah, jarak ini hanya sementara, kelak kita akan kembali bersama dengan seutas senyum bahagia. Karena aku bukanlah receiver gps yang memerlukan 4 satelit untuk mendapatkan posisi 3 dimensi, yang aku butuhkan cuman hadirmu. Sesederhana itu.
Jangan Lupa Baca Juga :
- Beberapa Alasan Mengapa Surveyor Geodesi Adalah Kriteria Pasangan Idealmu
- Perempuan, Geodesi, dan Dinamikanya dalam Dunia Survey Pemetaan di Indonesia
Sedikit membuatku lega, karena aku calon istri surveyor yang selalu menangisi jarak. Terimakasih untuk artikelnya, it’s nice! 🙂
Sama-sama mbak
Salam buat calon suaminya 🙂
Menginspirasi gan
Mohon izin share dan saya copas di Blog (dgn mencantumkan sumber). Bolehkah??
Sangat diperbolehkan gan. Dengan senang hati untuk berbagi.
Saya seorang istri surveyor , terharu bacanya :’)
Seorang Surveyor berjuang terus ..buat keluarga.
Ijin untuk menampilkan kepada teman2 mahasiswa ya min
Silakan
Klu lagi menangisi jarak dan waktu kerjanya, sesekali aku singgah ke tulisan ini…
selamat meratapi sist